STANDARISASI KEHIDUPAN

8/12/2020

Foto : Pinterest


Keliru rasanya apabila diri berambisi menempatkan posisi sesuai dengan standar-standar yang diciptakan manusia lain. Terlebih standar itu diciptakan hanya berlatar ego fana semata.

Lucu. Lucu rasanya memposisikan diri untuk menempuh standar kehidupan yang dibuat oleh manusia. Membagi standar-standar kehidupan yang mana Tuhan telah menggariskan dengan garisnya yang tak mampu ditelaah oleh akal makhluk-Nya.

Semua manusia memiliki jalan yang berbeda. Tidak sama. Pun halnya dengan anak yang terlahir kembar. Identik pula. Rezeki yang Allah gariskan kepada mereka berbeda sekalipun orangtuanya memberikan perlakuan dan fasilitas kehidupan yang setara.

"Bukankah kita bisa mengubah keadaan kalau kita sendiri mau mengubahnya?" 

Bisa. Sangat bisa. Mengubah keadaan dari buruk menjadi baik, dari miskin menjadi kaya, dari jahiliyah menjadi beradab. Tentu bisa. Tapi dibaliknya terdapat kekuasaan Sang Pencipta.

Kembali pada standarisasi yang diciptakan makhluk-Nya. Rezeki yang diterima bermacam-macam dengan caraNya.

Ada yang lebih dulu, ada menunggu di belakang.

Ada yang cepat, ada yang lamban.

Ada yang berupa uang, ada yang berupa kesehatan.

Ada yang terlebih dulu diberi kepahitan, lalu kemudahan, dan sebaliknya.

Tak sama bukan?

Terkadang manusia selalu mengkategori dan mengkotak-kotak garis hidup seseorang. Kamu malas, mustahil bila berhasil. Kamu rajin, pasti begini. Kamu cantik, pasti begitu, kamu kurang cantik blablabla dan lain sebagainya.

Apakah engkau Tuhan? Apakah kehidupan diatur berdasarkan pemikiran? Apakah tak merasa bersalah menjadi hakim atas kehidupan seseorang?

Tidak, semua kehidupan dan masa depan tak hanya usaha manusia atau pemikiran manusia lainnya. Jalan hidup sudah diatur Tuhan. Rasanya terlalu sombong untuk mendahului takdir-Nya dengan tameng kesotoyan. Setiap manusia sudah dituliskan takdirnya. Jadi, tak perlu lah tangan, mulut dan hati selalu ikut campur dalam hal mengurusi kehidupan seseorang. 

Seperti halnya kehidupan seusai sekolah. Terserah Tuhan yang menghendaki bilamana salah seorang dari hamba-Nya :

Ada yang lulus lalu bekerja.

Ada yang susah cari kerja. 

Ada yang diberi kelebihan untuk kuliah.

Ada yang gagal lalu bangkit mengejar dunia perkuliahan.

Ada yang lebih dahulu berkuliah lalu berhenti ditengah jalan, pun sebaliknya. 

Ada yang langsung menikah. 

Ada yang berproses lebih lama sebelum akhirnya menikah. 

Ada yang lekas diberi momongan. 

Ada yang harus berlatih sabar untuk menunggu waktu mempersiapkan diri menjadi orangtua baru. 

Ada yang kemudian bahagia.

Ada yang belum tentu bahagia.

Ada yang sukses menggapai cita.

Ada yang langsung bertemu kejayaan. 

Ada yang ternyata dipertemukan dengan kematian

.. 

Tidakkah terpikirkan, apa yang sudah kita siapkan untuk bertemu dengan Sang Khalik? Masihkah memperhitungkan standar kehidupan yang fana dengan mengesampingkan bekal untuk kehidupan setelah menemui kematian?

You Might Also Like

0 komentar

Let show your opinion..!!